Kekerasan Atas Nama Agama

Bentuk kekerasan yang berlabel agama ada tiga macam yaitu; kekerasan intern umat beragama, kekerasan antara agama dengan kekuatan di luar agama seperti rezim kekuasaan, dan kekerasan antar umat beragama. kekerasan atas nama agama dapat mencakup: kekerasan yang dilakukan individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok baik dari kelompok agama yang sama atau kelompok agama yang berbeda baik yang didorong oleh motivasi keagamaan maupun faktor yang lain. 

Selanjutnya kekerasan yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara mengucilkan, mengintimidasi atau mengusir kelompok lain yang memilih keyakinan agama yang dianggap menyimpang atau berbeda. tulisan kali ini akan melihat faktor penyebab kekerasan beragama

A. Faktor Internal

1.  Egoisme Beragama. 

Egoisme beragama yang mewabah dalam alam pikiran umat Islam akan melahirkan sebuah pola pikir bahwa hanya Islam yang mampu memberikan stabilitas sosial, status, memberikan ajaran kebaikan di dunia, hingga hanya Islam agama yang benar, yang pantas ada di bumi, dan agama lain lebih rendah dari Islam, yang hanya akan menimbulkan pelbagai masalah. Akibatnya ini memungkinkan konflik akan segera terjadi.

Persoalan teologi yang paling mendasar misalnya, standar yang menimbulkan masalah klaim kebenaran bahwa agama kita adalah agama yang paling sejati berasal dari Tuhan, sedangkan yang lain hanya berasal dari konstruksi manusia, dalam sejarah standar ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis dibawah agama.

2. Tekatualisasi Nash

Sebagai contoh jika berhadapan dengan teks tentang perintah membunuh kaum kafir dan syirik di mana pun berada, dan diterjemahkan secara harfiah, maka pembunuhan oleh umat Islam akan terjadi dimana-mana. Pemaknaan teks tersebut harus lebih dalam dengan mempertimbangkan alasan, motivasi, latar belakang hukum, analogi, hingga kemaslahatan. 

Maka, perlu dipahami makna terdalam, semangat serta spirit dari ayat-ayat atau nash-nash kitab suci. Agar teks-teks, nash-nash, dalil-dalil tersebut mempunyai umur yang panjang baik dari segi waktu maupun tempat (salihun likulli zaman wa makan), maka ia harus dipahami secara komprehensif lewat pemahaman yang mendalam dan interdisipliner. Makna kebahasaan secara konvensional saja tidak cukup dapat menjangkau sisi terdalam dari makna ayat-ayat tersebut

3. Rasa Saling Curiga 

Keadaan demikian dapat memicu timbulnya konflik antar umat. Sebagai contoh, kecurigaan di kalangan umat Islam, bahwa lembaga, kepemimpinan, dan organisasi di kalangan umat Kristiani dirasakan masih saja melakukan kristenisasi dengan berbagai cara. Sebaliknya sementara umat kristiani mencurigai kalangan umat Islam yang berusaha menciptakan negara Islam di Indonesia

4. Pengetahuan yang kurang Terhadap Agama 

Keadaan demikian menimbulkan adanya kelompok umat yang memiliki motivasi tinggi untuk menjalankan agamanya, tetapi rendah pengetahuan agamanya sehingga melahirkan semangat tanpa memiliki landasan pemikiran keagamaan yang kokoh, bahkan jauh dari pemahaman yang utuh dari prinsip ajaran agama. Kasus seperti ini sangat sering terjadi di kalangan masyarakat terutama yang ada di daerah pedesaan. Jika ada perbedaan dalam tata cara beragama, maka dengan mudah akan memunculkan konflik dan kekerasan atas nama agama.

B. Faktor Eksternal

1. Masalah Sosial Ekonomi

Masalah ekonomi menjadi faktor utama penyebab timbulnya kekerasan atas nama agama. Penguasaan sektor ekonomi oleh kelompok minoritas secara agama di lingkungan mayoritas agama lain, menjadi pemicu timbulnya konflik. Ketika konflik timbul maka sasaran utamanya adalah simbol-simbol agama terutama rumah ibadah.

2. Masalah Pengabaian Hukum 

Pengabaian hukum yang sering memunculkan kekerasan atas nama agama, di antaranya pendirian rumah ibadah. Pendirian rumah ibadah seringkali melanggar atau mengabaikan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang tata cara pendirian rumah ibadah. 

Karena ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendirian rumah ibadah, seperti lokasinya harus didukung oleh jumlah jamaah yang cukup dari sekitar wilayah gereja dibangun. Masalah pengabaian hukum yang lain juga adalah penyiaran agama kepada kelompok umat beragama lain.

3. Masalah Politik

Kekerasan atas nama agama, yang bermula dari masalah politik adalah kekerasan yang terjadi di Poso Sulawesi Tengah. Ini merupakan potret buram hubungan antara komunitas Islam dan Kristen di Indonesia. 

Persaingan antara pemeluk Islam dan Kristen sebenarnya telah ada semenjak era kolonial, tetapi baru pada era reformasi persaingan tersebut berubah menjadi konflik berdarah. Pada masa orde baru, akses kebijakan zaman kolonial masih belum muncul karena kebijakan regresif orde baru untuk menghindari isu SARA. 

Akan tetapi era reformasi tidak terbendung dan akhirnya berbuah ledakan konflik yang sangat memilukan bangsa Indonesia.


Sumber: Herianti

Belum ada Komentar untuk "Kekerasan Atas Nama Agama"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel