Jamaluddin al-Afghani dan Pan-Islamisme

Mengenal al-Afghani

Jamaluddin al-Afghani dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Sayyid Shand. Ia disinyalir memiliki hubungan nasab dengan Husein ibn Ali ibn Abi Thalib.

Jamaluddin al-Afghani lahir pada tahun 1838M atau 1254 H di As’adabad. Wilayah ini masuk pada wilayah Kabul Afghanistan. Namun dalam literature lain mengatakan bahwa Afghani lahir di Mazandaran wilayah Persia (Iran saat ini) .

Al-Afghani adalah seorang tokoh yang memiliki wawasan pengetahuan yang sangat luas. Pada masa mudanya ia mempelajari berbagai bidang ilmu keislaman dan ilmu lainnya di negeri itu. Ilmu tersebut di antaranya ialah filsafat Islam tasawuf, dan syariah dengan berbagai cabangnya.

Al-afghani melanjutkan studinya ke India untuk mempelajari ilmu matematika dengan metode modern dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan Barat.

Ketika usianya beranjak dua puluh tahun, Afghani telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Ia juga pernah menjadi penasihat Sher Ali khan pada tahun 1864. Pada akhirnya ia diangkat menjadi perdana menteri.

Pada tahun 1871 ia pindah ke Mesir dan menetap di kairo. Pada mulanya ia menjauhi persoalan politik Mesir dan lebih memfokuskan pada bidang ilmiah dan sastra arab. Tempat tinggalnya dijadikan sebagai tempat pertemuan  murid dan pengikut-pengikutnya.

Tak lama, dikarenakan adanya campur tangan Inggris terhadap politik Mesir yang kian meningkat, maka pada 1879 ia membentuk partai nasional atau yang dikenal dengan al-hizb al-Watani. Tujuan didirikannya partai ini ialah untuk memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers dan pemasukkan unsur-unsur mesir ke dalam posisi dalam bidang militer.

Setelah delapan tahun di mesir, al-Afghani pergi ke  Paris. Di negeri itu ia mendirikan perkumpulan al-Urwah al-Wusqa. Tujuannya tidak lain ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam dan membawa umat islam pada kemajuan.

Karena berbagai lawatannya ke berbagai Negara dan cenderung berkecimpung di dunia politik, Afghani dapat dikatakan lebih banyak bersifat pemimpin politik dari pemimpin dan pemikir pembaruan dalam Islam. Namun terlepas dari itu upaya kegiatan politik yang dijalankan al-Afghani pada dasarnya berkaitan dengan ide-ide tentang pembaruan dalam islam.

Pan-Islamisme: Semangat Pembaruan

Pergolakan politik di dunia Islam telah membentuk pribadi Afghani untuk mengkaji kembali perjalanan sejarah umat islam. Ia merasa bahwa umat Islam lemah dalam penguasaan dunia disebabkan oleh kelalaian  umat Islam terhadap prinsip utama agama, persaingan antar golongan Islam, dan konflik kepentingan dalam kepemimpinan

Afghani memandang mundurnya umat Islam pada saat itu karena adanya pemahaman yang salah tentang ajaran fana’ dalam ilmu tasawuf. Konsep itu seringkali diartikan bahwa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah harus menempuh jalan meniadakan diri atau zuhud segala hal yang bersifat duniawi.

Pemahaman seperti ini didasarkan karena kesalahan dalam memahami konsep qada-qadar yang berubah menjadi fatalism (jabbariyyah).  Ajaran-ajaran Islam yang semestinya dapat menjadi sumber kemajuan dan kekuatan akhirnya ditinggalkan umat Islam akibat dari macetnya perkembangan filsafat Islam, serta kebekuan pola pikir rasional dalam menghadapi tantangan hidup kontemporer akibat dari perubahan perkembangan zaman.

Selain faktor internal di atas, kemunduran umat Islam juga disebabkan oleh faktor eksternal yakni imperialism yang berdampak buruk bagi umat Islam.

Seperti di antaranya menyebabkan kehidupan beragama menderita akibat cenderung pada kefanatikan, kehidupan mistik yang tidak sehat sehingga menyuburkan tahayyul dan berlanjut tercekiknya sifat keaslian Islam yang kreatif, iman yang terdesak ke dalam ortodoksi yang sempit dan kurang mampu untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dapat membawa Islam pada zaman kemajuan yang bersifat aktif dan kreatif.

Tidak hanya itu serbuan Barat pada abad 19 benar-benar menjadikan Islam dalam keadaan yang amat rumit dan membawa kelemahan ekonomi secara umum akibat dari penguasa dunia Islam telah diganti oleh penguasa-penguasa Barat yang memperalat mereka di strata dunia Islam dan berakibat pada kemiskinan.

Hasilnya banyak umat Islam yang mencari pelarian, mereka akhirnya berpandangan bahwa kebahagiaan dunia kini telah sirna dan kebahagiaan akhirat, yang hanya bisa didapatkan dengan agama, selalu menunggu. Pelarian semacam ini berakibat pada pemusatan kegiatan terbatas pada aspek ritual agama yang merubah pengertian Islam yang aslinya bersifat dinamis dan progresif menjadi sempit. Hal ini kemudian menjadikan pemahaman terhadap Islam tidak seimbang antara ibadah dan muamalah, kemudian pada akhirnya berlanjut pada berpindahnya pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat.

Kondisi Islam yang demikan kemudian Afghani menggagas konsep dan gerakan pan-Islamisme pada abad ke-19.

Pan[1]Islamisme lahir dari kesadaran Afghani tentang kesalahan pemahaman umat Islam saat itu terhadap qaḍā' dan qadar.

Al-afghani menyerukan umat islam agar menjadikan akal sebagai dasar utama untuk mencapai keagungan Islam.

Menurutnya Qada dan qadar mengandung arti bahwa segala sesuatu itu terjadi menurut sebab-musabab. Dengan itu manusia menjadi salah satu mata rantai sebab-musabab itu.

Melalui pemahaman qada dan qadar ini ia kemudian berargumen bahwa ajaran fanā' dalam ilmu tasawuf merupakan ajaran di mana kepentingan pribadi harus dileburkan demi kepentingan bersama, bukan pelarian dari fakta kelemahan di dunia sehingga bermimpi mendapatkan kemenangan di akhirat dengan cara meleburkan diri pada eksistensi Tuhan.

Al-afghani berpendapat bahwa konsep fana yang sebenarnya ialah berjuang di tengah masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri dengan tidak menampakkan diri sendiri dan tidak merasa lebih adanya diri.

Diri yang diperkuat oleh hubungan dengan Tuhan, maka ia akan mendapatkan nur ilahi. jiwa inilah yang dibawa ke tengah masyarakat dan ditiadakan (fanā') di tengah masyarakat. Yang demikian itu adalah ajaran yang dituntunkan oleh Allah dan rasul-Nya.

Daftar Pustaka

Ris’an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, Prenadamedia group: 2018.

  

Belum ada Komentar untuk "Jamaluddin al-Afghani dan Pan-Islamisme"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel