Konsep tentang Masyarakat Sipil (Civil Society)

 


Merujuk perkembangan masyarakat sipil (civil society) di barat sejumlah ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda dengan maksud serupa.

Beberapa kalangan akademisi di Indonesia menerjemahkan kata civil society sebagai “masyarakat madani” (Madjid, 1999; Rahardjo, 1999), “masyarakat warga” (Lembaga Etika Atmajaya, 1997), dan “masyarakat sipil” (Fakih, 1996). Menurut Damsar (2010: 124), civil society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam tiga cara, yaitu: (1) Masyarakat sipil; (2) Masyarakat warga/kewargaan; dan (3) Masyarakat madani.

Baik masyarakat madani, masyarakat sipil dan masyarakat sebagaimana pandangan tokoh di atas memiliki pemahaman yang dianggap kurang pas.

Terjemahan civil society sebagai masyarakat sipil, dirasakan oleh berbagai kalangan kurang pas, karena dalam dunia keseharian dan akademik Indonesia, konsep sipil sering dikaitkan dengan konsep militer. Dengan kata lain, jika ada masyarakat sipil berarti juga ada masyarakat militer

Kalangan akademisi Indonesia juga tidak sepakat untuk menggunakan konsep masyarakat madani sebagai terjemahan dari konsep civil society. Karena masyarakat madani kalau dipahami secara kasar adalah masyarakat kota. Sedangkan rujukannya adalah masyarakat Madinah ketika Rosulullah dan Khulafaur Rasyidin memimpin umat Islam dan setelahnya. Persoalan muncul karena konsep civil society muncul dari masyarakat Barat, maka rujukannya juga adalah Barat. Untuk menghindari perdebatan seperti ini, maka konsep civil society digunakan sebagaimana adanya,

Civil society dikonsepsikan secara teoritis merupakan masyarakat yang bebas dari ketergantungan terhadap negara dan pasar, self-relience (percaya diri), self[1]supporting (swasembada), voluntary (sukarela), dan taat akan nilai dan norma yang berlaku.

Dalam civil society, individu dan/atau kelompok individu memiliki self[1]reliance (percaya diri). Percaya diri merupakan suatu keadaan di mana potensi dan kapasitas yang dimiliki dipandang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi

Karakteristik masyakat sipil ( civil society)

a. Masyarakat sipil memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan publik bukannya tujuan privat.

b. Masyarakat sipil dalam beberapa hal berhubungan dengan Negara tetapi tidak berusaha merebut kekuasaan atas negara atau mendapat posisi dalam negara; ia tidak berusaha mengendalikan politik secara menyeluruh.

c. Masyarakat sipil mencakup pluralisme dan keberagaman. Artinya, organisasi yang sektarian dan memonopoli ruang fungsional atau politik dalam masyarakat bertentangan dengan semangat pluralistik.

d. Masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan pribadi atau komunitas. Namun, kelompok-kelompok yang berbeda akan menampilkan atau mencakup kepentingan berbeda pula.

e. Masyarakat sipil haruslah dibedakan dari fenomena civic community yang lebih jelas meningkatkan demokrasi. Civic community adalah konsep yang lebih luas dan lebih sempit sekaligus: lebih luas karena ia mencakup semua jenis perhimpunan (termasuk parokial); lebih sempit karena ia hanya mencakup perhimpunan yang terstruktur secara horizontal di seputar ikatan yang sekiranya mempunyai kebersamaan, kooperatif, dan saling mempercayai.

Dalam melihat hubungan masyarakat dengan negara, civil society dianggap mempunyai tiga fungsi, yaitu: Pertama; civil society mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan dengan memajukan kegiatan yang ditujukan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan publik; Kedua, civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat luas; dan Ketiga, civil  society sebagai kekuatan tandingan negara (counter balancing thestate atau counter veilling forces).

Daftar Pustaka

Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial, Intrans Publishing, Malang:2016. 

Belum ada Komentar untuk "Konsep tentang Masyarakat Sipil (Civil Society)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel