Minoritas itu Relatif
Beberapa
kritik menyebutkan bahwa dikotomi mayoritas-minoritas sering mengacu
pada politik angka yang rentan dipolitisasi dalam konteks berbangsa dan
bernegara.
Penggunaan
dikotomi ini, dalam kritik yang lain, kadang justru meneguhkan polarisasi yang
ada di masyarakat. Istilah mayoritas-minoritas bahkan dituduh dapat menciptakan
segregasi sosial yang tidak positif dalam dinamika masyarakat.
Dalam
pemahaman umum, minoritas itu sering dipahami semata sebagai “statistik” atau
mereka yang secara kuantitas berjumlah sedikit. Pandangan ini tentu saja tak
sepenuhnya salah. Bahkan, kategori kuantitas ini juga yang dipakai Francesco
Capotorti yang mengacu pada angka sering
menjadi referensi ketika membicarakan konsep minoritas
Ada
kelompok masyarakat yang jumlahnya besar tetapi bisa disebut sebagai minoritas
karena posisinya justru sebagai subordinate dari kekuasaan tertentu.
Karena
sistem patriarki, misalnya, perempuan yang jumlahnya sangat besar di masyarakat
kadang disebut sebagai kelompok minoritas, atau “minoritas yang mayoritas”.
Ketika
berbicara tentang Afrika Selatan pada masa Apartheid, maka kelompok kulit hitam
yang jumlahnya 23 besar justru menjadi kelompok minoritas karena posisinya yang
tertindas.
Masih
terkait dengan relativisme ini, minoritas adalah kenyataan sosiologis yang
menunjukkan bahwa manusia itu tidak hanya memiliki satu identitas.
Seorang
anggota suku Hui yang beragama Islam di Tiongkok tentu menjadi bagian dari
etnis Tionghoa yang berbeda dari Uyghur. Namun, jika dilihat hanya dari
afiliasi keagamaan, maka mereka secara kuantitas adalah bagian dari minoritas.
Demikian pula dengan seorang Katolik Jawa. Secara etnis, ia adalah bagian dari
mayoritas.
Namun
dari segi afiliasi keagamaan, ia adalah minoritas. Pendeknya, setiap orang
memiliki multiple identities (identitas yang banyak) yang menyebabkan bisa
menjadi bagian dari mayoritas dan minoritas sekaligus. Relativisme konsep
minoritas ketika dibawa dalam studi Ahmadiyah akan melahirkan dilema
metodologis.
Dalam mengkaji kelompok ini, saya tidak merasa sepenuhnya sebagai orang asing karena lebih dari 80 persen ajaran dan doktrin Ahmadiyah adalah bagian dari tradisi keagamaan saya. Inilah yang menyebabkan penyebutan sebagai fully outsider atau fully insider menjadi tidak tepat. Penyebutan yang pas adalah neither insider nor outsider, bukan orang dalam tetapi juga tak bisa dikatakan sepenuhnya sebagai orang luar.
Belum ada Komentar untuk "Minoritas itu Relatif"
Posting Komentar