Dialog Antar Agama (Bukan Debat); Upaya Memahami Perbedaan
Leonard
Swidler, seorang sarjana hubungan antaragama dalam sebuah tulisannya Understanding Dialogue membuat
perumpamaan semesta adalah tarian kosmik dialog. Sifat dasar dari kemanusiaan
kita sendiri adalah dialogis.
Dialog
sendiri merupakan komunikasi dua arah antara dua orang atau lebih yang memiliki
perbedaan dalam konteks ini perbedaan agama atau keyakinan dengan tujuan saling
belajar dan memahami kepercayaan pihak lain. Di dalam dialog tak ada dominasi
dan monopoli pandangan satu pihak terhadap pihak lain. Syarat utama dialog
adalah sikap keterbukaan untuk belajar dari yang berbeda
Dialog baik antaragama, intraagama, antar budaya, maupun
antar peradaban merupakan interaksi antara dua orang atau lebih yang memiliki
identitas berbeda yang menekankan ekspresi-diri (self-expression) dan tertarik
untuk mendengarkan secara timbal balik tanpa menghakimi, dalam semangat
keterbukaan intelektual dan welas asih untuk saling belajar dengan potensi
transformasi yang mendalam.
Dialog
antaragama melibatkan orang-orang dengan identitas agama yang berbeda yang
mencari dan mencapai pemahaman dan penghormatan yang memungkinkan mereka untuk
hidup dan bekerjasama satu sama lain terlepas dari perbedaan mereka.
Dialog
bukanlah debat. Sebuah panduan Ready for
Dialogue Ready for Positive Change yang disusun oleh Karlo Brunović dan
Silvestar Petrov menulis satu bagian singkat tentang Dialogue vs. Debate.
Menurut pengamatannya sebagian orang mengira bahwa mereka sedang melakukan dialog,
padahal mereka sedang berdebat. Dalam perdebatan, orang bertujuan untuk
membuktikan kepada yang lain dengan berbagai argument yang meyakinkan dan untuk
menolak pandangan yang berbeda.
Sementara
itu, tujuan dialog bukan untuk meyakinkan lawan bicara kita, tetapi untuk
belajar secara terbuka dari seseorang. Meskipun bisa jadi kita teguh dengan
keyakinan kita, orang yang berdialog siap untuk kemungkinan memperoleh wawasan
baru, tidak harus selalu meyakini, dari orang lain. Kadang-kadang bisa juga pandangan
kita dipertanyakan dalam dialog dan kemudian bisa menuju pemahaman baru yang
lebih lengkap.
Selain
mengandung aspek pembelajaran, dialog juga memuat dimensi relasional antar
pribadi yang saling berinteraksi. Dengan istilah lain, dalam dialog kita tidak
hanya mengenal pendapat orang lain, tetapi sekaligus mengenal manusia yang
lain. Kita sebagai manusia mengungkapkan pandangan kita, sementara partisipan
dialog yang lain juga mengungkapkan keyakinannya sebagai manusia.
Aspek
manusia bertemu manusia (bukan hanya pandangannya) inilah yang menjadikan
dialog mengandung unsur relasional. Lebih dari itu, melalui dialog kita
memiliki kesempatan untuk mengenal diri kita sendiri dengan lebih baik, sebab
diri kita hadir dan berarti bagi orang lain, demikian juga sebaliknya.
Dialog
mampu menyumbang pergeseran paradigma relasi antar pribadi atau kelompok, dari
paradigma memenangkan pendapat untuk mengontrol hasil tertentu menuju
pengambilan keputusan kolektif dan inklusif demi kebaikan bersama yang
berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan perdamaian, dialog adalah inti dari bina
damai. Proses dialog ada di semua fase bina damai dari pencegahan konflik
(conflict prevention), cipta damai (peacemaking), dan pembangunan pasca conflik
(postconflict rebuilding).
Sumber: Suhadi, belajar Memahami Perbedaan Agama
Belum ada Komentar untuk "Dialog Antar Agama (Bukan Debat); Upaya Memahami Perbedaan"
Posting Komentar